Sabtu, 03 Mei 2014

SEJARAH KELAHIRAN DAN PERKEMBANGAN ILMU

SEJARAH KELAHIRAN DAN PERKEMBANGAN ILMU

A.    Pendahuluan
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun secara historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat telah berhasil mengubah pola fikir bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para dewa. Karenanya para dewa harus dihormatidan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat, pola fikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola fikir yang tergantung pada rasio.
Proses kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan melalui beberapa periode jaman. Setiap periode jaman yang dilaluinya menggambarkan peradaban. Diawali oleh orang-orang Yunani Kuno di abad ke-6 SM, filsafat sebagai manifestasi ilmu pengetahuan, lahir dengan corak mitologis. Melalui mitologi itulah diterangkan segala yang ada. Setelah ada gerakan demitologisasi yang dilakukan oleh para filsuf alam dijaman pra Sokrates, filsafat setapak demi setapak mencapai puncak perkembangannya melalui pemikiran ”trio filsuf besar” yaitu Sokrates, Plato dan Aristoteles di abad ke-3 SM yang secara rasional mempertanyakan segala yang ada dan yang mungkin ada. Filsafat yang semula identik dengan mitologi sejak saat itu berubah menjadi ilmu pengetahuan yang meliputi segala macam ilmu menurut pengertian kita sekarang ini.
Pemisahan ilmu-ilmu pengetahuan (cabang) dari filsafat ini diawali dengan kebangkitan ilmu-ilmu pengetahuan fisik dengan tokoh-tokohnya Copernicus, Vesalius, dan Isaac Newton. Metode yang digunakan oleh ilmu alam ini, merupakan metode yang digunakan juga dalam ilmu sosial yang muncul pada abad ke-18. Perkembangan ilmu sosial dengan gaya tersebut, mencapai bentuknya secara definitif dengan tampilnya Auguste Comte. Comte mengajarkan bahwa cara berfikir manusia akan mencapai tahap positif setelah melewati tahap teologis dan metafisik.
Makalah ini akan coba mnguraika secara ringkas sejarah dan perkembangan ilmu di Yunani dan Barat serta bagaimana pula perkembangan ilmu di dunia Islam.
B.     Sejarah kelahiran dan Perkembangan Ilmu di Yunani dan Barat 

1.      Sejarah kelahiran dan Perkembangan Ilmu di Yunani dan Barat
Pada filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Pola pikir motosentris adalah pola pikir masyarakat yang mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam.
Berbicara tentang kelahiran dan perkembangan filsafat pada awal kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban Kuno (masa Yunani).Pada tahun 2000 SM bangsa Babylon yang hidup di lembah sungai Nill (Mesir) dan sungai Efrat, telah mengenal alat pengukur berat, tabel bilangan berpangkat, tabel perkalian dengan menggunakan sepuluh jari.
Piramida yang merupakan salah satu keajaiban dunia itu, yang ternyata pembuatannya menerapkan geometri dan matematika, menunjukkan cara berfikirnya yang sudah tinggi. Selain itu mereka pun sudah dapat mengadakan kegiatan pengamatan benda-benda langit, baik bintang, bulan, matahari, sehingga dapat meramalkan gerhana bulan maupun gerhana matahari. Ternyata ilmu yang mereka pakai dewasa ini disebut astronomi. Di India dan Cina waktu itu telah ditemukan cara pembuatan kertas dan kompas (sebagai petunjuk arah).
Setelah abad ke-6 SM muncul sejumlah ahli pikir yang menentang adanya mitos. Mereka menginginkan adanya pertanyaan tentang isteri alam semesta ini, jawabannya dapat diterima akal (rasional). Keadaan yang demikian ini sebagai suatu demitiologi, artinya suatu kebangkitan pemikiran untuk menggunakan akal pikir dan meninggalkan hal-hal yang sifatnya mitologi.upaya para ahli pikir untuk mengarahkan kepada suatu kebebasan berfikir , ini kemudian banyak orang mencoba membuat suatu konsep yang dilandasi kekuatan akal pikir secara murni, maka timbullah peristiwa ajaib The Greek Miracle yang artinya dapat dijadikan sebagai landasan peradaban dunia.
 Pelaku filsafat adalah akal dan musuhnya adalah hati. Pertentangan antara akal dan hati itulah pada dasarnya isi sejarah filsafat. Di dalam sejarah filsafat kelihatan akal pernah menang, pernah kalah, hati pernah berjaya, juga pernah kalah, pernah juga kedua-duanya sama sama-sama menang. Diantara keduanya , dalam sejarah, telah terjadi pergugumulan berebut dominasi dalam mengendalikan kehidupan manusia.
Yang dimaksud dengan akal disini ialah akal logis yang bertempat di kepala, sedangkan hati adalah rasa yang kira-kira bertempat di dalam dada.akal itulah yang menghasilkan pengethauan logis yang disebut filsafat, sedangkan hati pada dasarnya menghasilkan pengetahuan supralogis yang disebut pengetahuan mistik, iman termasuk disini. Ciri umum filsafat yunani adalah rasionalisme yang dimana mencapai puncaknya pada orang-orang sofis.
Dalam sejarah filsafat biasanay filsafat yunani dimajukan sebagai pangkal sejarah filsafat barat, karena dunia barat (Erofa Barat) dalam alam pikirannya berpangkal kepada pemikiran yunani. Pada masa itu ada keterangan-keterangan tentang terjadinya alam semesta serta dengan penghuninya, akan tetapi keterangan ini berdasarkan kepercayaan. Ahli-ahli pikir tidak puas akan keterangan itu lalu mencoba mencari keterangan melalui budinya. Mereka menanyakan dan mencari jawabannya apakah sebetulnya alam itu. Mungkin yang beraneka warna yang ada dalam alam ini dapat dipulangkan kepada yang satu. Mereka mencari inti alam, dengan istilah mereka : mereka mencari arche alam (arche dalam bahasa yunani yang berarti mula, asal).
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat yunani ini lahir, yaitu:
1.      Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng), dimana mitos dianggap sebagai awal dari uapaya orang untuk mengetahui atau mengerti. Mitos-mitos tersebut kemudian disusun secara sistematis yang untuk sementara kelihatan rasional sehingga muncul mitos selektif dan rasional, seperti syair karya Homerus, Orpheus dan lain-lain.
2.      Karya sastra yunani yang dapt dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat yunani, karya Homerous mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk pedoman hidup orang-orang yunani yang didalamnya mengandung nilai-nilai edukatif.
3.      Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di lembah sungai Nil, kemudian berkat kemampuan dan kecakapannya ilmu-ilmu tersebut dikembangkan sehingga mereka mempelajarinya tidak didasrkan pada aspek praktis saja, tetapi juga aspek teoritis kreatif.
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos (akal), sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir.
Periode yunani kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati sekitarnya.mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah.
Para pemikir filsafat yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Mereka kagum terhadap alam yang oleh nuansa dan ritual dan berusaha mencari jawaban tas apa ynag ada di belakang semua materi itu.
Orang yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai sesuatu yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Artinya suatu kebenaran lewat akal pikir (logis) tidak berlaku, yang berlaku hanya suatu kebenaran yang bersumber dari mitos  (dongeng-dongeng).

Pada abad ke-6 SM, bermunculan para pemikir yang berkepercayaan sangat bersifat rasional (cultural religion) menimbulkan pergeseran. Tuhan tidak lagi terpisah dengan manusia, melainkan justru menyatu dengan kehidupan manusia. Sistem kepercayaan yang natural religius berubah menjadi sistem cultural religius.
Dalam sistem kepercayaan natural religius ini manusia terikat oleh tradisionalisme. Sedangkan dalam sistem kepercayaan kultural religius ini memungkinkan manusia mengembangkan potensi dan budayanya dengan bebas, sekaligus dapat mengembangkan pemikirannya untuk menghadapai dan memecahkan berbagai kehidupan alam dengan akal pikiran.
Ahli pikir pertama kali yang muncul adalah Thales (625 – 545 SM) yang berhasil mengembangkan geometri dan matematika. Likipos dan Democritos mengembangkan teori materi, Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran, Euclid mengembangkan geometri edukatif, Socrates mengembangkan teori tentang moral, Plato mengembangkan teori tentang ide, Aristoteles mengembang teori tentang dunia dan benda serta berhasil mengumpulkan data 500 jenis binatang (ilmu biologi). Suatu keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles adalah menemukan sistem pengaturan pemikiran (logika formal) yang sampai sekarang masih terkenal.
Para ahli pikir Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep tentang asal mula alam. Walaupun sebelumnya sudah ada tentang konsep tersebut. Akan tetapi konsepnya bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul alam semesta) dan mite kosmologis (tentang asal-usul serta sifat kejadian-kejadia dalam alam semesta), sehingga konsep mereka sebagai mencari asche (asal mula) alam semesta, dan mereka disebutnya sebagai filosof alam.
Oleh karena arah pemikiran filsafatnya pada alam semesta maka corak pemikirannya kosmosentris. Sedangkan para ahli pikir seperti Socrates, Plato dan Aristoteles yang hidup pada masa Yunani Klasik karena arah pemikirannya pada manusia maka corak pemikiran filsafatnya antroposentris. Hal ini disebabkan, arah pemikiran para ahli pikir Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia sebagai subyek yang harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.
Secara historis kelahiran dan perkembangan pemikiran Yunani Kuno(sistem berpikir) tidak dapat dilepaskan dari keberadaan kelahiran dan perkembangan filsafat, dalam hal ini adalah sejarah filsafat. Dalam tradisi sejarah filsafat mengenal  3 (tiga) tradisi besar sejarah, yakni tradisi: (1) Sejarah Filsafat India (sekitar2000 SM – dewasa ini), (2) Sejarah Filsafat Cina (sekitar 600 SM – dewasa ini), dan (3) Sejarah Filsafat Barat (sekitar 600 SM – dewasa ini).

Dari ketiga tradisi sejarah tersebut di atas, tradisi Sejarah Filsafat Barat adalah basis kelahiran dan perkembangan ilmu (scientiae/science/sain) sebagaimana  yang kita kenal sekarang ini. Titik-tolak dan orientasi sejarah filsafat baik yang diperlihatkan dalam tradisi Sejarah Filsafat India maupun Cina disatu pihak dan Sejarah Filsafat Barat dilain pihak, yakni semenjak periodesasi awal sudah memperlihatkan titik-tolak dan orientasi sejarah yang berbeda. Pada tradisi Sejarah Fisafat India dan Cina, lebih memperlihatkan perhatiannya yang besar pada masalah-masalah keagamaan, moral/etika dan cara-cara/kiat untuk mencapai keselamatan hidup manusia di dunia dan kelak keselamatan sesudah kematian.

Sedangkan pada tradisi Sejarah Filsafat Barat semenjak periodesasi awalnya (Yunani Kuno/Klasik: 600 SM – 400 SM), para pemikir pada masa itu sudah mulai  mempermasalahkan dan mencari unsur induk (arché) yang dianggap sebagai asal mula segala sesuatu/semesta alam Sebagaimana yang dikemukakan oleh Thales (sekitar 600 SM) bahwa “air” merupakan arché, sedangkan Anaximander (sekitar 610  -540 SM) berpendapat arché adalah sesuatu “yang tak terbatas”, Anaximenes (sekitar 585 – 525 SM berpendapat “udara” yang merupakan unsur induk dari segala sesuatu. Nama penting lain pada periode ini adalah Herakleitos (± 500 SM) dan Parmenides (515 – 440 SM), Herakleitos mengemukakan bahwa segala sesuatu itu “mengalir” (“panta rhei”) bahwa segala sesuatu itu berubah terus-menerus/perubahan sedangkan Parmenides menyatakan bahwa segala sesuatu itu justru sebagai sesuatu yang tetap (tidak berubah).

Lain lagi Pythagoras (sekitar 500 SM) berpendapat bahwa segala sesuatu itu terdiri dari “bilangan-bilangan”: struktur dasar kenyataan itu tidak lain adalah “ritme”, dan Pythagoraslah orang pertama yang menyebut/memperkenalkan dirinya sebagai sorang “filsuf”, yakni seseorang yang selalu bersedia/mencinta untuk menggapai kebenaran melalui berpikir/bermenung secara kritis dan radikal (radix) secara terus-menerus.

Yang hendak dikatakan disini adalah hal upaya mencari unsur induk segala sesuatu (arche), itulah momentum awal sejarah yang telah membongkar periode myte (mythos/mitologi) yang mengungkung pemikiran manusia pada masa itu kearah rasionalitas (logos) dengan suatu metode berpikir untuk mencari sebab awal dari segala sesuatu dengan merunut dari hubungan kausalitasnya (sebab-akibat).

Jadi unsur penting berpikir ilmiah sudah mulai dipakai, yakni: rasio dan logika (konsekuensi). Meskipun tentu saja ini arché yang dikemukakan para filsuf tadi masih  bersifat spekulatif dalam arti masih belum dikembangkan lebih lanjut dengan melakukan pembuktian (verifikasi) melalui observasi maupun eksperimen (metode) dalam kenyataan (empiris), tetapi prosedur berpikir untuk menemukannya melalui suatu bentuk berpikir sebab-akibat secara rasional itulah yang patut dicatat sebagai suatu arah baru dalam sejarah pemikiran manusia. Hubungan sebab-akibat inilah yang dalam ilmu pengetahuan disebut sebagai hukum (ilmiah). Singkatnya, hukum ilmiah atau hubungan sebab-akibat merupakan obyek material utama dari ilmu pengetahuan. Demikian pula kelak dengan tradisi melakukan verifikasi melalui observasi dan eksperimen secara berulangkali dihasilkan teori ilmiah.
Tradisi Sejarah Filsafat Barat adalah basis kelahiran dan perkembangan ilmu (scientiae/science/sain) sebagaimana  yang kita kenal sekarang ini. Titik-tolak dan orientasi sejarah filsafat baik yang diperlihatkan dalam tradisi Sejarah Filsafat India maupun Cina disatu pihak dan Sejarah Filsafat Barat dilain pihak, yakni semenjak periodesasi awal sudah memperlihatkan titik-tolak dan orientasi sejarah yang berbeda. Pada tradisi Sejarah Fisafat India dan Cina, lebih memperlihatkan perhatiannya yang besar pada masalah-masalah keagamaan, moral/etika dan cara-cara/kiat untuk mencapai keselamatan hidup manusia di dunia dan kelak keselamatan sesudah kematian.
Lain lagi Pythagoras (sekitar 500 SM) berpendapat bahwa segala sesuatu itu terdiri dari “bilangan-bilangan”: struktur dasar kenyataan itu tidak lain adalah “ritme”, dan Pythagoraslah orang pertama yang menyebut/memperkenalkan dirinya sebagai sorang “filsuf”, yakni seseorang yang selalu bersedia/mencinta untuk menggapai kebenaran melalui berpikir/bermenung secara kritis dan radikal (radix) secara terus-menerus.
Yang hendak dikatakan disini adalah hal upaya mencari unsur induk segala sesuatu (arche), itulah momentum awal sejarah yang telah membongkar periode myte (mythos/mitologi) yang mengungkung pemikiran manusia pada masa itu kearah rasionalitas (logos) dengan suatu metode berpikir untuk mencari sebab awal dari segala sesuatu dengan merunut dari hubungan kausalitasnya (sebab-akibat).
Zaman keemasan/puncak dari filsafat Yunani Kuno/Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Sokrates sebagai guru dari Plato maupun tidak meninggalkan karya tulis satupun dari hasil pemikirannya, tetapi pemikiran-pemikirannya secara tidak langsung banyak dikemukakan dalam tulisan-tulisan para pemikir Yunani lainnya tetapi terutama ditemukan dalam karya muridnya Plato.
Filsafat Plato dikenal sebagai ideal (isme) dalam hal ajarannya bahwa kenyataan itu tidak lain adalah proyeksi atau bayang-bayang/bayangan dari suatu dunia “ide” yang abadi belaka dan oleh karena itu yang ada nyata adalah “ide” itu sendiri. Filsafat Plato juga merupakan jalan tengah dari ajaran Herakleitos dan Parmenides. Dunia “ide” itulah yang tetap tidak berubah/abadi sedangkan kenyataan yang dapat diobservasi sebagai sesuatu yang senantiasa berubah. Karya-Karya lainnya dari Plato sangat dalam dan luas meliputi logika, epistemologi, antropologi (metafisika), teologi, etika, estetika, politik, ontologi dan filsafat alam.
Sedangkan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering tidak setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya (Plato). Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan/benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide”  tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi.  Aristoteles menulis banyak bidang, meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan.

C.    Sejarah Perkembangan Ilmu di Dunia Islam
Masyarakat Arab sebelum Islam datang berada dalam keterbelakangan, zaman kegelapan dengan kepercayaan paganisme dan pemujaan dewa-dewa. Masyarakat asyik dengan pola hidup sesuai dengan kepercayaannya, suasana kehidupan yang statis, dan perkembangan ilmu yang belum tampak.
Sejak awal kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ilmu. Sebagaimana sudah diketahui, bahwa nabi Muhammad Saw. datang mmenawarkan cahaya penerang yang mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab. ayat yang pertama turun berisikan perintah untuk membaca, ‘iqra’’.
Islam sangat menganjurkan pengembangan pemikiran dan penggunaan akal. Sejak kelahirannya, Islam sudah menunjukkan wajahnya yang sangat menghargai akal pikiran dan menganjurkan agar digunakan dengan seoptimal mungkinuntuk mengetahui dan memahami ciptaan-Nya. Ajaran Islam mendorong manusia untuk memahami realitas, seperti yang diwahyukan kepada Muhammad Saw yang tertulis dalam Alquran mulai dari penciptaan alam raya sampai pada hal yang menyangkut proses kelahiran manusia melalui pembuahan sel telur oleh sperma.
Dalam ajaran Islam, untuk mencapai kesempurnaan rohani tidak cukup hanya menyandarkan diri pada logika saja, sebab boleh jadi melalui logika tersebut kita harus pula membuka hati kita untuk sampai ke tingkat tertinggi. Oleh karena itu Islam mengajarkanapabila hendak mencari pertolongan Allah dalam memahami hukum alam, maka sepantasnya menghadapkan diri kepada-Nya dengan sepenuh hati.

1.      Penyampaian ilmu dan filsafat Yunani ke dunia Islam
Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat di dunia islam, pada dasarnya terdapat upaya rekonsiliasi dalam arti medekatkan dan mempertemukan dua pandangan yang berbeda, bahkan sering kali ekstrim antara pandangan filsafat Yunani, seperti filsafat Plato dan Aristoteles, dengan pandangan keagamaan islam yang seringkali menimbulkan benturan-benturan. Sebagai contoh konkret dapat disebutkan bahwa plato dan aristoteles telah memberikan pengaruh yang besar pada mazhab-mazhab islam, khusunnya mazhab eklektisisme.
Al-Farabi dalam hal ini memiliki sikap yang jelas karena ia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa tokoh-tokoh filsafat harus bersepakat diantara mereka sepanjang menjadai tujuan mereka adalah kebenaran. Bahkan bisa dikatakan para filosof muslim mulai Al-Kindi sampai Ibn Rusyd terlibat dalam upaya rekonsiliasi tersebut, dengan cara mengemukakan pandangan-pandangan yang relative baru dan menarik.
·         Masa Islam Klasik
Satu hal yang patut dicatat dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dalam islam adalah peristiwa Fitnah al-Kubra, yang ternyata tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi poitis seperti yang dipahami selama ini, tapi ternyata juga membawa perubahan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di dunia islam, pasca terjadinya Fitnah al-Kubra, muncul berbagai golongan yang memilki aliran teologis tersendiri pada dasarnya berkembang karena alasan polotis. Pada saat itu muncul syiah yang membela Ali, aliran Khawrij dan aliran Muawiyah.
Tahap penting beikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi keilmuan islam ialah masuknya unsure-unsure dari luar ke dalam islam, khususnya unsure-unsur budaya Perso-Semitik (Zoroasrianisme-khususnya Mazdaisme, serta yahudi dan Kristen) dan budaya Hellenisme. Yang disebut belakangan mempunyai pengaruh besar terhadap pemikiran islam ibarat pisau beramata dua. Satu sisi ia mendukung jabariyah (atara lain oleh Jahm Ibn Safwan), sedang disisi lain ia mendukung Qadariah (antara lain Washil Ibn Atha’, tokoh dan pendiri Mu’tazilah). Dari adanya pandangan yang dikotomis antara keduanya kemudian muncul usaha menengahi dengan menggunakan argument-argumen helenisme, terutama filsafat Aristoteles. Sikap menengahi itu terutama dilakukan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Maturidi yang juga menggunakan unsure Hellenisme.
·         Masa Kejayaan Islam
Pada masa kejayaan kekusaan islam, khususnya pada masa pemerintahan Dinasti Ummayah dan Dinasti Abbasiyah, ilmu berkembang sangat maju dan pesat. Kemajuan ini membawa islam pada masa keemasannya, dimana pada saat yang sama wilayah-wilayah yang jauh dari kekuasaan islam masih berada pada masa kegelapan peradaban.
Pada masa kejayaan ini terdapat juga tokoh-tokoh filsafat yang bergelut secara serius dalam kajian-kajian diluar filsafat. Hal ini bisa dipahami karena adanya kenyataan bahwa mereka menganggap ilmu-ilmu rasional sebagai bagian filsafat. Atas dasar inilah mereka memperlakukan persoalan-persoalan fisika sebagaimana merekea memperlakukan masalah-masalah yang bersifat metafisik. Salah satu bukti nyata dari ini adalah kitab al-Syifa, sebuah ensiklopedi filsafat arab yang terbesar, yang berisi empat bagian. Bagian I mengenal logika, bagian II tentang fisika, bagian III tentang matematika, dan bagian IV tentang metafisika. Dalam bagian fisika Ibn Sina memasukkan ilmu-ilmu psikologi, zoology, geologi, dan botani, dan pada bagian matematika ia membahas geometri, ilmu hitung, astronomi, dan musik.

·         Masa Keruntuhan Tradisi Keilmuan Dalam Islam
Abad ke-18 dalam sejarah islam adalah abad yang paling menyedihkan bagi umat islam dan memperoleh catatan buruk bagi peradaban islam secara universal. Seperti yang diungkapkan oleh Lothorp Stoddard, bahwa menjelang abad ke-18, dunia islam telah merosot ke tingkat yang terendah islam tampaknya sudah mati, dan yang tertinggal hanyalah cangkangnya yang kering kerontang berupa ritual tanpa jiwa dan takhayul yang merendahkan martabat umatnya. Ini menyatakan seandainya Muhammad bisa kembali hidup, dia pasti akan mengutuk para pengikutnya sebagai kaum murtad dan musyrik.

Dalam bukunya, The Recosntruction of Religious Thoughtin Islam Iqbal menyatakan bahwa salah satu penyebab utama kematian semangat ilmiah di kalangan umat islam adalah diterimanya paham Yunani mengenai relaitas yang pada pokoknya bersifat statis, sementara jiwa islam adalah dinamis dan berkembang. Ia selanjutnya mengungkapkan bahwa semua aliran pemikiran muslim bertemu dalam suatu teori Ibn Miskawih mengenai mengenai kehidupan sebagai suatu gerak evolusi dan pandangan Ibn Khaldun mengenai sejarah.
D.    DAFTAR PUSTAKA
http://imaesjambi.blogspot.com/2012/12/sejarah-perkembangan-ilmu.html
http://dewi.students-blog.undip.ac.id/2009/05/28/kelahiran-dan-perkembangan-ilmu-pengetahuan/
http://www.gurutrenggalek.com/2009/12/sejarah-kelahiran-filsafat.html
http://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/sejarah-filsafat-yunani-kuno.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar