Minggu, 27 April 2014


BAB I
A.Pendahuluan
Allah telah menganugerahkan kepada umat kita para pendahulu yang selalu menjaga Alquran dan hadis Nabi SAW. Mereka adalah orang-orang jujur, amanah, dan memegang janji. Sebagian di antara mereka mencurahkan perhatiannya terhadap Alquran dan ilmunya yaitu para mufassir. Dan sebagian lagi memprioritaskan perhatiannya untuk menjaga hadis Nabi dan ilmunya, mereka adalah para ahli hadis.
Salah satu bentuk nyata para ahli hadis ialah dengan lahirnya istilah Ulumul Hadis(Ilmu Hadis) yang merupakan salah satu bidang ilmu yang penting di dalam Islam, terutama dalam mengenal dan memahami hadis-hadis Nabi SAW. Karena hadis merupakan sumber ajaran dan hukum Islam kedua setelah dan berdampingan dengan Alquran. Namun begitu perlu disadari bahwa hadis-hadis yang dapat dijadikan pedoman dalam perumusan hukum dan pelaksanaan ibadah serta sebagai sumber ajaran Islam adalah hadis-hadis yang Maqbul (yang diterima), yaitu hadis sahih dan hadis hasan. Selain hadis maqbul, terdapat pula hadis Mardud, yaitu hadis yang ditolak serta tidak sah penggunaannya sebagai dalil hukum atau sumber ajaran Islam. Bahkan bukan tak mungkin jumlah hadis mardud jauh lebih banyak jumlahnya daripada hadis yang maqbul.
Untuk itulah umat Islam harus selalu waspada dalam menerima dan mengamalkan ajaran yang bersumber dari sebuah hadis. Artinya, sebelum meyakini kebenaran sebuah hadis, perlu dikaji dan diteliti keotentikannya sehingga tidak terjerumus kepada kesia-siaan. Adapun salah satu cara untuk membedakan antara hadis yang diterima dengan yang ditolak adalah dengan mempelajari dan memahami Ulumul Hadis yang memuat segala permasalahan yang berkaitan dengan hadis.

Bahasan masalah
  • Pengertian ulumul hadis
  • Sejarah perkembangan ilmu hadis
  • Cabang-cabang ilmu hadis



BAB II
ULUMUL HADIS
A.                     Pengertian Ulumul Hadis
Ilmu Hadis atau yang sering diistilahkan dalam bahasa Arab dengan Ulumul Hadis yang mengandung dua kata, yaitu ‘ulum’ dan ‘al-Hadis’.
Kata ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-Hadis dari segi bahasa mengandung beberapa arti, diantaranya baru, sesuatu yang dibicarakan, sesuatu yang sedikit dan banyak.
Sedangkan menurut istilah Ulama Hadits adalah “apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian atau sesudahnya”.
Sedangkan menurut ahli ushul fiqh, hadis adalah: “perkataan, perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW setelah kenabian.” Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadis, karena yang dimaksud dengan hadis adalah mengerjakan apa yang menjadi konsekuensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang terjadi setelah kenabian. Adapun gabungan kata ulum dan al-Hadis ini melahirkan istilah yang selanjutnya dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu, yaitu Ulumul Hadis yang memiliki pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadits Nabi SAW”.
Secara garis besar, ulama hadis mengelompokkan ilmu hadis tersebut kedalam dua bidang pokok, yakni: Hadis Riwayah dan Hadis Dirayah.

B.                      Sejarah dan perkembangan

Dalam tataran praktiknya, ilmu hadis sudah ada sejak periode awal Islam atau sejak periode rasulullah SAW. Paling tidak, dalam arti dasar-dasarnya. Ilmu ini muncul bersamaan dengan mulainya periwayatan hadis yang disertai dengan tingginya perhatian dan selektivitas sahabat dalam menerima riwayat yang sampai kepada mereka. Berawal dari cara yang sederhana, ilmu ini berkembang sedemikian rupa seiring dengan perkembangannya masalah yang dihadapi, pada akhirnya, ilmu ini melahirkan berbagai cabang ilmu dengan metodologi pembahasan yang cukup rumit.
 Pada periode Rasulullah SAW, kritik atau penelitian terhadap riwayat (hadis) yang menjadi cikal bakal ilmu hadis terutama ilmu hadis dirayah dilakukan dengan cara yang sederhana sekali.
Apabila seorang sahabat ragu-ragu menerima suatu riwayat dari sahabat lainnya, ia segera menemui Rasulullah SAW, atau sahabat lain yang dapat dipercaya untuk mengkonfirmasikannya, setelah itu, barulah ia menerima dan mengamalkan hadis itu.

Pada periode sahabat, penelitian hadis yang menyangkut sanad maupun matan semakin menampakkan wujudnya. Abu Bakar (573-634H) misalnya, tidak mau menerima suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang, kecuali yang bersangkutan mampu mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang disampaikannya.

   Demikian pula Umar Bian Al-Khattab (581-644H). bahkan umar mengancam akan memberi sanksi terhadap siapa saja yang meriwayatkan hadis jika tidak mendatangkan saksi.
Ali bin Abi Thalib menetapkan sendiri persyaratannya. Ia tidak mau menerima suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang yang menyampaikannya bersedia diambil sumpah  atas kebenaran riwayat tersebut.
Semua yang dilakukan bertujuan memelihara kemurnian hadis-hadis Rasulullah SAW.
ketika umat merasakan perlunya menghimpun hadis-hadis Rasul SAW dikarenakan adanya kekhawatiran hadis-hadis tersebut akan hilang atau lenyap. Para sahabat mulai giat melakukan pencatatan dan periwayatan hadis. Mereka telah mulai mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-metode tertentu dalam menerima hadis, namun mereka belumlah menuliskan kaidah-kaidah tersebut.
Adapun dasar dan landasan periwayatan hadis di dalam Islam dijumpai dalam Alquran dan hadis Nabi SAW. Dalam QS. Al-Hujarat ayat 6, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk meneliti dan mempertanyakan berita-berita yang datang dari orang lain, terutama dari orang fasik. Firman Allah SWT.
Artinya:” “Hai orang-orang yang telah beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita maka periksalah berita tersebut dengan teliti agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan (yang sebenarnya) yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu”.(QS. Al-Hujurat: 6).:
Dalam catatan sejarah perkembangan hadis, diketahui bahwa ulama yang pertama kali berhasil menyusun Hadis dalam suatu disiplin ilmu lengkap adalah Al-Qadi Abu Muhammad Al-Hasan Bin Abd. Ar-Rahman Bin Khalad Ar-Ramahurmuzi (265-360H) dalam kitabnya, “Al- MUhaddist Al-Fashil bain  Ar-Rawi wa Al-Wa’I”. menurut Ibn Hajar Al’Asqalani, kitab ini belum membahas masalah-maslah ilmu hadis secara lengkap. Meskipun demikian, menurutnya lebih lanjut, kitab ini sampai pada masanya merupakan kitab terlengkap, yang kemudian dikembangkann oleh para ulama berikutnya.
Dalam kitab Mabahits Ulumil Hadis, Syekh Manna Al-Qaththani menyimpulkan bahwa yang mendasari lahir dan berkembangnya Ilmu Hadis ada 2 (dua) hal pokok, yaitu adanya:
(1) dorongan agama,
Bahwasanya umat manusia memperhatikan warisan pemikiran yang dapat menyentuh dan membangkitkan kehidupan mereka, memenuhi kecintaan hati mereka, menjadi pijakan kebangkitan mereka, lalu mereka terdorong untuk menanamkannya pada anak-anak mereka agar menjadi orang yang memahaminya, hingga warisan itu selalu hadir di hadapan mereka, membimbing langkah dan jalan mereka.
Jika umat lain begitu perhatian terhadap warisan pemikiran mereka, maka umat Islam yang mengikuti risalah Nabi Muhammad SAW juga tidak kalah dalam memelihara warisan yang didapatkan dari Nabi SAW dengan cara periwayatan, menukil, hafalan dan menyampaikannya serta mengamalkan isinya.
karena itu bagian dari eksistensinya, dan hidup umat ini tiada berarti tanpa dengan agama. Oleh karenanya Allah mewajibkan dalam agama untuk mengikuti dan menaati Rasul-Nya, menjalani semua apa yang dibawa beliau, dan meneladani kehidupannya.
(2) Dorongan sejarah.
Dalam sejarah, umat manusia banyak dihadapkan pada pertentangan dan halangan sehingga mendorong untuk menjaga warisan mereka dari penyusupan yang menyebabkan terjadinya fitnah dan saling bermusuhan serta tipu muslihat.
Dan umat Islam yang telah merobohkan pilar kemusyrikan, dan mendobrak benteng Romawi dan Persia, menghadapi musuh-musuh bebuyutan, tahu benar bahwa kekuatan umat ini terletak pada kekuatan agamanya, dan tidak dapat dihancurkan kecuali dari agama itu sendiri, dan salah satu jalannya adalah pemalsuan terhadap hadis. Dari sini, kaum muslimin mendapat dorongan yang kuat untuk meneliti dan menyelidiki periwayatan hadis, dan mengikuti aturan-aturan periwayatan yang benar, agar mereka dapat menjaga warisan yang agung ini dari penyelewengan dan penyusupan terhadapnya sehingga tetap bersih, tidak dikotori oleh aib maupun oleh keraguan.
C.                     CABANG-CABANG ILMU HADIST

Para Ulama Hadis telah membagi Ilmu Hadis kepada dua bagian, yaitu Ilmu Hadis Riwayah dan Ilmu Hadis Dirayah, yaitu:
1) Ilmu Hadis Riwayah
Adapun yang dimaksud dengan Ilmu Hadis Riwayah, sebagaiamana  yang disebutkan oleh Zhafar Ahmad ibn Lathif al-Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawa’id fi Ulum al-Hadisseperti yang dikutip oleh Nawir Yuslem dalam Ulumul Hadis adalah sebagai berikut:
Ilmu Hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengannya perkataan, perbuatan, dan keadaan Rasul SAW serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya”.
Dari definisi tentang ilmu Hadis Riwayah di atas dapat dipahami bahwa Ilmu Hadis Riwayah pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis Nabi SAW.
·  Objek Kajian Ilmu Hadis Riwayah
1.                       cara periwayatan hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain.
2.                       cara pemeliharaan hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan pembukuannya.
2) Ilmu Hadis Dirayah
Mengenai pengertian Ilmu Hadis Dirayah, para ulama hadis memberikan definisi yang bervariasi, namun jika dicermati berbagai definisi yang mereka kemukakan, maka akan ditemukan persamaan antara satu dengan lainnya, terutama dari segi sasaran dan pokok bahasannya. Di sini akan penulis kemukakan dua di antaranya:
Ibn al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut:
 “Dan ilmu hadis yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui  hakikat riwayatsyarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya,keadaan para perawisyarat-syarat merekajenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.”
Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Cabang-cabang besar yang tumbuh dari ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah ialah:



a. Ilmu Rijalul Hadits
ialah ilmu yang membahas para perawi hadits, dari sahabat, dari tabi’in, maupun dari angkatan sesudahnya.
Dengan ilmu ini kita dapat mengetahui, keadaan para perawi yang menerima hadits dari Rasulullah dan keadaan perawi yang menerima hadits dari sahabat dan seterusnya.
Dalam ilmu ini diterangkan tarikh ringkas dari riwayat hidup para perawi, madzhab yang dipegangi oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu menerima hadits.
b. Ilmu Jarhi wat Ta’dil
Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabat kata-kata itu.
Ilmu Jarhi wat Ta’dil dibutuhkan oleh para ulama hadits karena dengan ilmu ini akan dapat dipisahkan, mana informasi yang benar yang datang dari Nabi dan mana yang bukan.
c. Ilmu Fannil Mubhammat
Ilmu fannil Mubhamat adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut dalam matan, atau di dalam sanad.
Di antara yang menyusun kitab ini, Al-Khatib Al Baghdady. Kitab Al Khatib itu diringkas dan dibersihkan oleh An-Nawawy dalam kitab Al-Isyarat Ila Bayani Asmail Mubhamat.
Perawi-perawi yang tidak tersebut namanya dalam shahih bukhari diterangkan dengan selengkapnya oleh Ibnu Hajar Al-Asqallanni dalam Hidayatus Sari Muqaddamah Fathul Bari.
d. Ilmu ‘Ilalil Hadits
Adalah ilmu yang menerangkan sebab-sebab yang tersembunyi, tidak nyata, yang dapat merusakkan hadits.
Yakni: menyambung yang munqathi’, merafa’kan yang mauquf, memasukkan suatu hadits ke dalam hadits yang lain dan yang serupa itu. Semuanya ini, bila diketahui dapat merusakkan hadits.
Ilmu ini, ilmu yang berpautan dengan keshahihan hadits. Tak dapat diketahui penyakit-penyakit hadits, melainkan oleh ulama, yang mempunyai pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai malakah yang kuat terhadap sanad dan matan-matan hadits..
e. Ilmu Ghoriebil Hadits
Yang dimaksudkan dalam ilmu haddits ini adalah bertujuan menjelaskan suatu hadits yang dalam matannya terdapat lafadz yang pelik, dan yang sudah dipahami karena jarang dipakai, sehingga ilmu ini akan membantu dalam memahami hadits tersebut.
f. Ilmu Nasikh wal Mansukh
Adalah ilmu yang menerangkan hadits-hadits yang sudah dimansukhkan dan menasikhkannya.
Apabila didapati sesuatu hadits yang maqbul tak ada perlawanan, dinamailah hadits tersebut muhkam. Dan jika dilawan oleh hadits yang sederajat, tapi mungkin dikumpulkan dengan tidak sukar maka hadits itu dinamai muhtaliful hadits.
 Jika tidak mungkin dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian, maka yang terkemudian itu dinamai nasikh dan yang terdahulu dinamai mansukh.
g. Ilmu Talfiqil hadits
Yaitu ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan antar hadits yang berlawanan lahirnya.
Dikumpulkan itu ada kalanya dengan mentahsikhkan yang ‘amm, atau mentaqyidkan yang mutlak, atau dengan memandang banyak kali terjadi.
h. Ilmu Tashif wat Tahrif
Yaitu ilmu yang menerangkan tentang hadits-hadits yang sudah diubah titiknya (dinamai mushohaf), dan bentuknya (dinamai muharraf).
i. Ilmu Asbabi Wurudil Hadits
Yaitu ilmu yang membicarakan tentang sebab-sebab Nabi menuturkan sabda beliau dan waktu beliau menuturkan itu.
j. Ilmu Mukhtalaf dan Musykil Hadits
Yaitu ilmu yang menggabungkan dan memadukan antara hadits yang zhahirnya bertentangan atau ilmu yang menerangkan ta’wil hadits yang musykil meskipun tidak bertentangan dengan hadits lain.
Oleh sebagaian ulama dinamakan dengan “Mukhtalaf Al-Hadits” atau “Musykil Al-Hadits”, atau semisal dengan itu. Ilmu ini tidak akan muncul kecuali dari orang yang menguasai hadits dan fiqih .















BAB III

A.    Kesimpulan
dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa pengertian dari ilmu hadis atau ulumul hadis adalah apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian atau sesudahnya.
adapun sejarah perkembangan ilmu hadis terjadi sejak dimulainya periwayatan hadis di dalam Islam, terutama setelah Rasul SAW wafat,sejak abad pertama hingga kelima hijriah dan yang mendasari lahir dan berkembangnya Ilmu Hadis terdiri dari 2 (dua) hal pokok, yaitu adanya: (1) dorongan agama, dan (2) dorongan sejarah.
Adapun cabang ilmu hadis dibagi menjadi 2, yaitu:
Ilmu Dirayatul Hadits dan Ilmu Riwayatul Hadits
Dan Cabang-cabang besar yang tumbuh dari ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah terdiri dari 10 cabang,yaitu:
Ilmu Rijalul Hadits, Ilmu Jarhi wat Ta’dil, Ilmu Fannil Mubhammat, Ilmu ‘Ilalil Hadits, Ilmu Ghoriebil Hadits, Ilmu Nasikh wal Mansukh, Ilmu Talfiqil hadits, Ilmu Tashif wat Tahrif, Ilmu Asbabi Wurudil Hadits, Ilmu Mukhtalaf dan Musykil Hadits.

B.     Saran
saran kami untuk para pembaca agar dapat mengambil intisari atau kesimpulan dari makalah ini.dan kami sebagai penyusun makalah ini mengharapkan kritik dan saran,karena kami hanyalah manusia yang tak luput dari kesalahan.   
DAFTAR PUSTAKA

http://myant2526.blogspot.com/2010/05/blog-post.html
Suyadi, Agus.2008.ulumul hadis.Bandung : Pustaka Setia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar