Minggu, 27 April 2014

Filsafat Pendidikan dalam Perspektif Kurikulum 2013 Berbasis Kompetensi


            Filsafat Pendidikan dalam Perspektif Kurikulum 2013 Berbasis Kompetensi
·         Pembahasan
Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Sesuatu dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak terbatas. filsafat membahas segala sesuatu yang ada di alam ini yang sering dikatakan filsafat umum. sementara itu filsafat yang terbatas ialah filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni, filsafat agama, dan sebagainya. Jadi berfikir filsafat dalam pendidikan adalah berfikir mengakar/menuju akar atau intisari pendidikan. Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu.[1]
Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama dalam bidang atletik pada zaman romawi kuno yang Yunani. Dalam bahasa prancis, istilah kurikulum berasal dari kata courier  yang berarti berlari (to run). Kurikulum berari suatu jarak yang yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai garid finish untuk memperoleh medali atau penghargaan[2]
Karena filsafat merupakan pandangan tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya maka Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik. Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan memdasar melalui proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok) yang berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra).
Landasan Kurikulum Pendidikan cms-formulasi Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. image_thumb Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut. 1. Landasan Filosofis Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum. a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. b. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu. c. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ? d. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif. e. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses. Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional. Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.[3]
Pendekatan Ilmu dengan filsafat berbeda, ilmu menggunakan pendekatan analitik, mengurai bagian-bagian hingga bagian yang terkecil. Filsafat mengintegrasikan bagian-bagian hingga menjadi satu kesatuan yang menyeluruh dan bermakna. Ilmu berkaitan dengan fakta-fakta sebagaimana adanya, secara objektif dan menghindari subjektifitas. Filsafat melihat sesuatu secara das sollen (bagaimana seharusnya), faktor subjektif sangat berpengaruh. Tetapi filsafat dan ilmu memiliki hubungan secara komplenter; saling melengkapi dan mengisi. Filsafat memberikan landasan bagi ilmu, baik pada aspek ontologi, epistimologi, maupun aksiologinya.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke atas atau turun ke bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan. Hubungan vertikal antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.[4]
Dalam konteks pendidikan, filsafat pendidikan merupakan refleksi pemikiran filosofis untuk mengatasi permasalahan pendidikan. Filsafat memberi arah dan metodologi terhadap praktik pendidikan, sebaliknya praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan-pertimbangan filosofis. Menurut Butler (1957:12), hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan sebagai berikut: 1) Filsafat merupakan basik bagi filsafat pendidikan, 2) Filsafat merupakan bunga bukan batang bagi pendidikan, 3) filsafat pendidikan merupakan disiplin tersendiri yang memiliki hubungan erat dengan filsafat umum, meski bukan essensinya, 4) Fisafat dan teori pendidikan adalah satu.[5]
Berbicara tentang kurikulum kita akan melihat bagaimana kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi ini masih mengalami banyak perdebatan. Di dalam naskah akademik, tertulis lima nama aliran filsafat pendidikan : filosofi eksperimentalisme, rekonstruksi sosial, esensialisme, perenialisme, dan eksistensialisme. Kelima filsafat ini menjadi landasan Kurikulum 2013. Penggunaan kelima filsafat ini dilakukan para pembuat kurikulum 2013 karena mereka berpenganut apa yang disebut pendekatan eklektik  atau yang saya sebut “pendekatan campur-campur”. Pendekatan ekletik ini telah dikritik Doni Koesoema. Koesoema “pilihan filsafat eklektik merupakan wujud kemalasan bepikir, simplifikasi persoalan dan pilihan jalan pintas yang paling gampang”.  Ini yang menyebabkan Kurikulum 2013 terasa aneh.
Penganalisaan pendekatan kurikulum merupakan sesuatu yang lazim di dalam kajian kurikulum. Di dalam naskah akademik tidak secara eksplisit menyebutkan pendekatan yang dipakai. Ini berbeda dengan filosofi kurikulum yang secara jelas dinyatakan dalam naskah akademik, yaitu filsafat eklektik. Sekalipun begitu tidaklah terlalu sulit untuk menangkap pendekatan yang menjadi tumpuan Kurikulum 2013.
Di dalam uraian penjelasan Kurikulum Berbasis Kompetensi  dikemukakan bahwa kurikulum berdasarkan kompetensi secara historis mengacu kepada Ralph W. Tyler. Tokoh dalam ranah kurikulum dikenal dengan rasional Tyler (Tyler rationale). Mengikuti Allan C. Ornstein dan Francis Hunkins , pendekatan kurikulum yang menempel pada Tyler adalah pendekatan behavioristik (behavioral approach). Suatu pendekatan kurikulum yang berkembang sejak awal abad lalu. Pendekatan yang menekankan pada ide efisiensi sehingga pendekatan ini disebut oleh Raymond Callahan “pengkultusan efisiensi” (the cult of efficiency) . Pengkultusan terhadap efisiensi merasuk ke sekolah-sekolah dengan tujuan dapat lebih mudah mengontrol sekolah.
Melihat tumpuan pendekatan Kurikulum 2013 yang behavioristik, pada prinsipnya  tidak berbeda dengan kurikulum 1975 yang berdasarkan tujuan atau outcomes.  Dengan demikan tidak dapat dibenarkan jika kemendikbudnas menggembar-gemborkan Kurikulum 2013 dilakukan untuk mengikuti perubahan yang terjadi di dunia.
Berubahnya kurikulum KTSP ke kurikulum 2013 ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaharui setelah dilakukannya penelitian untuk pengembangan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak bangsa dan atau generasi muda. Inti dari Kurikulum 2013 ada pada upaya penyederhanaan dan sifatnya yang tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi tantangan masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan. Titik berat kurikulum 2013 adalah bertujuan agar peserta didik atau siswa memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melakukan :
1.    Observasi,
2.    Bertanya (wawancara),
3.    Bernalar, dan
4.    Mengkomunikasikan (mempresentasikan) apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran. 
Adapun obyek pembelajaran dalam kurikulum 2013 adalah : fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. Pelaksanaan penyusunan kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat. Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam pelajaran. Di banyak negara, seperti AS dan Korea Selatan, akhir - akhir ini ada kecenderungan dilakukan menambah jam pelajaran. Diketahui juga bahwa perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia relatif lebih singkat. Bagaimana dengan pembelajaran di Firlandia yang relatif singkat. Jawabnya, di negara yang tingkat pendidikannya berada di peringkat satu dunia, singkatnya pembelajaran didukung dengan pembelajaran tutorial yang baik.
Penyusunan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 yang di dalamnya ada beberapa permasalahan. Konsep kurikulum 2013 menekankan pada aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis test dan portofolio saling melengkapi. Kurikulum baru tersebut akan diterapkan untuk seluruh lapisan pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas maupun Kejuruan. Siswa untuk mata pelajaran tahun depan sudah tidak lagi banyak menghafal, tapi lebih banyak kurikulum berbasis sains, kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh kepada pers di Kantor Wapres di Jakarta. Dikatakan Nuh, orientasi pengembangan kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya yang holistik dan menyenangkan.
Pada saat ini yang diperlukan adalah kurikulum pendidikan yang berbasis karakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik. Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan mengadopsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik,  guna meminimalisir tingkat kriminallitas yang tak jarang lagi hal ini terjadi pada anak bangsa yang tergolong masih remaja. Usaha pemerintah ini terbukti dengan merancang  munculnya “Kurikulum 2013” yang saat ini masih menjadi bahan uji coba public akan kelayakan kurikulum tersebut.
Kurikulum esensial mengarah pada inti kecerdasan: problem solving, character building, life-skill, dan berbagai kegiatan yang membuat murid bahagia belajar. Juga mengutamakan means values (proses nilai) seperti integritas, kejujuran, tanggung jawab, kesetaraan, dan kepedulian.[6]






DAFTAR  PUSTAKA
http://massofa.wordpress.com/2008/01/15/peranan-filsafat-pendidikan-dalam-  pengembangan-ilmu-pendidikan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar