Filsafat
Pendidikan dalam Perspektif Kurikulum 2013 Berbasis Kompetensi
·
Pembahasan
Filsafat ialah hasil pemikiran dan
perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Sesuatu
dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak terbatas. filsafat membahas
segala sesuatu yang ada di alam ini yang sering dikatakan filsafat umum.
sementara itu filsafat yang terbatas ialah filsafat ilmu, filsafat pendidikan,
filsafat seni, filsafat agama, dan sebagainya. Jadi berfikir filsafat dalam
pendidikan adalah berfikir mengakar/menuju akar atau intisari pendidikan.
Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada
pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab
oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu.[1]
Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal
dari bahasa yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang
berarti tempat berpacu. Istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga, terutama
dalam bidang atletik pada zaman romawi kuno yang Yunani. Dalam bahasa prancis,
istilah kurikulum berasal dari kata courier
yang berarti berlari (to run). Kurikulum berari suatu jarak yang
yang harus ditempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai garid finish
untuk memperoleh medali atau penghargaan[2]
Karena filsafat
merupakan pandangan tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya maka Tujuan filsafat
pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses pembelajaran
yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan
dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik
pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa
implementasi kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna
mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori
pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan
tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat
dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di
lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu
menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni
mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi
pada diri peserta didik. Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional
analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan memdasar melalui
proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya),
tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan
pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani
pokok) yang berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra).
Landasan
Kurikulum Pendidikan cms-formulasi Kurikulum merupakan inti dari bidang
pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum
membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil
pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak
didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan
pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap
kegagalan proses pengembangan manusia. image_thumb Dalam hal ini, Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan
kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4)
ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan
diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut. 1. Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama halnya
seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran
filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme,
progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun
senantiasa berpijak pada aliran-aliran filsafat tertentu, sehingga akan
mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan
merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan
tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan
pengembangan kurikulum. a. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian,
keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial
tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran
absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran
ini lebih berorientasi ke masa lalu. b. Essensialisme menekankan pentingnya
pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik
agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata
pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang
berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu. c. Eksistensialisme
menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.
Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini
mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ? d.
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual,
berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada
rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir
kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini
menekankan pada hasil belajar dari pada proses. Aliran Filsafat Perenialisme,
Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari
terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat
progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan
Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam
pengembangan Model Kurikulum Interaksional. Masing-masing aliran filsafat pasti
memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek
pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif
untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang
terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan
khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam
pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat
rekonstruktivisme.[3]
Pendekatan Ilmu dengan filsafat berbeda, ilmu menggunakan
pendekatan analitik, mengurai bagian-bagian hingga bagian yang terkecil.
Filsafat mengintegrasikan bagian-bagian hingga menjadi satu kesatuan yang
menyeluruh dan bermakna. Ilmu berkaitan dengan fakta-fakta sebagaimana adanya,
secara objektif dan menghindari subjektifitas. Filsafat melihat sesuatu secara
das sollen (bagaimana seharusnya), faktor subjektif sangat berpengaruh. Tetapi
filsafat dan ilmu memiliki hubungan secara komplenter; saling melengkapi dan
mengisi. Filsafat memberikan landasan bagi ilmu, baik pada aspek ontologi,
epistimologi, maupun aksiologinya.
Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas
kesamping yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain
yang berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu pada
bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema
pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan
pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang
pendidikan dan pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke
atas atau turun ke bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain,
seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan,
perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan. Hubungan vertikal
antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau keahlian
dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan
satu-satunya ilmu terapan adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan
perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya
dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.[4]
Dalam konteks pendidikan, filsafat pendidikan merupakan
refleksi pemikiran filosofis untuk mengatasi permasalahan pendidikan. Filsafat
memberi arah dan metodologi terhadap praktik pendidikan, sebaliknya praktik
pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan-pertimbangan filosofis.
Menurut Butler (1957:12), hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan sebagai
berikut: 1) Filsafat merupakan basik bagi filsafat pendidikan, 2) Filsafat
merupakan bunga bukan batang bagi pendidikan, 3) filsafat pendidikan merupakan
disiplin tersendiri yang memiliki hubungan erat dengan filsafat umum, meski
bukan essensinya, 4) Fisafat dan teori pendidikan adalah satu.[5]
Berbicara tentang kurikulum kita
akan melihat bagaimana kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi ini masih
mengalami banyak perdebatan.
Di dalam naskah akademik, tertulis lima nama aliran filsafat pendidikan :
filosofi eksperimentalisme, rekonstruksi sosial, esensialisme, perenialisme,
dan eksistensialisme. Kelima filsafat ini menjadi landasan Kurikulum 2013.
Penggunaan kelima filsafat ini dilakukan para pembuat kurikulum 2013 karena
mereka berpenganut apa yang disebut pendekatan eklektik atau yang saya
sebut “pendekatan campur-campur”. Pendekatan ekletik ini telah dikritik Doni
Koesoema. Koesoema “pilihan filsafat eklektik merupakan wujud kemalasan
bepikir, simplifikasi persoalan dan pilihan jalan pintas yang paling
gampang”. Ini yang menyebabkan Kurikulum 2013 terasa aneh.
Penganalisaan pendekatan kurikulum merupakan sesuatu yang
lazim di dalam kajian kurikulum. Di dalam naskah akademik tidak secara
eksplisit menyebutkan pendekatan yang dipakai. Ini berbeda dengan filosofi
kurikulum yang secara jelas dinyatakan dalam naskah akademik, yaitu filsafat
eklektik. Sekalipun begitu tidaklah terlalu sulit untuk menangkap pendekatan
yang menjadi tumpuan Kurikulum 2013.
Di dalam uraian penjelasan Kurikulum Berbasis
Kompetensi dikemukakan bahwa kurikulum berdasarkan kompetensi secara
historis mengacu kepada Ralph W. Tyler. Tokoh dalam ranah kurikulum dikenal
dengan rasional Tyler (Tyler rationale). Mengikuti Allan C. Ornstein dan
Francis Hunkins , pendekatan kurikulum yang menempel pada Tyler adalah
pendekatan behavioristik (behavioral approach). Suatu pendekatan kurikulum yang
berkembang sejak awal abad lalu. Pendekatan yang menekankan pada ide efisiensi
sehingga pendekatan ini disebut oleh Raymond Callahan “pengkultusan efisiensi”
(the cult of efficiency) . Pengkultusan terhadap efisiensi merasuk ke
sekolah-sekolah dengan tujuan dapat lebih mudah mengontrol sekolah.
Melihat tumpuan pendekatan Kurikulum 2013 yang
behavioristik, pada prinsipnya tidak berbeda dengan kurikulum 1975 yang
berdasarkan tujuan atau outcomes. Dengan demikan tidak dapat dibenarkan
jika kemendikbudnas menggembar-gemborkan Kurikulum 2013 dilakukan untuk
mengikuti perubahan yang terjadi di dunia.
Berubahnya kurikulum KTSP
ke kurikulum 2013 ini merupakan salah satu upaya untuk memperbaharui setelah
dilakukannya penelitian untuk pengembangan kurikulum sesuai dengan kebutuhan
anak bangsa dan atau generasi muda. Inti dari Kurikulum
2013 ada pada upaya penyederhanaan dan sifatnya yang
tematik-integratif. Kurikulum 2013
disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi tantangan masa
depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa
depan. Titik berat kurikulum 2013 adalah bertujuan agar peserta didik atau
siswa memiliki kemampuan yang lebih baik dalam melakukan :
1.
Observasi,
2.
Bertanya (wawancara),
3.
Bernalar, dan
4.
Mengkomunikasikan (mempresentasikan)
apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi
pembelajaran.
Adapun obyek pembelajaran dalam kurikulum 2013 adalah :
fenomena alam, sosial, seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan
siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih
baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga
nantinya mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan
di zamannya, memasuki masa depan yang lebih baik. Pelaksanaan penyusunan
kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana
kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah
disepakati. Paparan ini merupakan bagian dari uji publik Kurikulum 2013, yang
diharapkan dapat menjaring pendapat dan masukan dari masyarakat. Rasionalitas
penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran
(dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari
berbasis output menjadi berbasis proses dan output) memerlukan penambahan jam
pelajaran. Di banyak negara, seperti AS dan Korea Selatan, akhir - akhir ini
ada kecenderungan dilakukan menambah jam pelajaran. Diketahui juga bahwa
perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan jam pelajaran di Indonesia
relatif lebih singkat. Bagaimana dengan pembelajaran di Firlandia yang relatif
singkat. Jawabnya, di negara yang tingkat pendidikannya berada di peringkat
satu dunia, singkatnya pembelajaran didukung dengan pembelajaran tutorial yang
baik.
Penyusunan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada
penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 yang di dalamnya
ada beberapa permasalahan. Konsep kurikulum 2013 menekankan pada aspek
kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis test dan portofolio
saling melengkapi. Kurikulum baru tersebut akan diterapkan untuk seluruh
lapisan pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas
maupun Kejuruan. Siswa untuk mata pelajaran tahun depan sudah tidak lagi banyak
menghafal, tapi lebih banyak kurikulum berbasis sains, kata Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Mohammad Nuh kepada pers di Kantor Wapres di Jakarta. Dikatakan
Nuh, orientasi pengembangan kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang
antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan, disamping cara pembelajarannya
yang holistik dan menyenangkan.
Pada saat ini yang
diperlukan adalah kurikulum pendidikan yang berbasis karakter; dalam arti
kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi
pembentukan karakter peserta didik. Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak
terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kurikulum yang
berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan mengadopsi
kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik, guna meminimalisir tingkat kriminallitas yang
tak jarang lagi hal ini terjadi pada anak bangsa yang tergolong masih remaja.
Usaha pemerintah ini terbukti dengan merancang
munculnya “Kurikulum 2013” yang saat ini masih menjadi
bahan uji coba public akan kelayakan kurikulum tersebut.
Kurikulum esensial
mengarah pada inti kecerdasan: problem solving, character building,
life-skill, dan berbagai kegiatan yang membuat murid bahagia belajar. Juga
mengutamakan means values (proses nilai) seperti integritas,
kejujuran, tanggung jawab, kesetaraan, dan kepedulian.[6]
DAFTAR PUSTAKA
http://massofa.wordpress.com/2008/01/15/peranan-filsafat-pendidikan-dalam-
pengembangan-ilmu-pendidikan
[4]
http://massofa.wordpress.com/2008/01/15/peranan-filsafat-pendidikan-dalam-
pengembangan-ilmu-pendidikan 18 juni 2013 11:49
[5] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/05/12/kurikulum-berdasarkan-filsafat-behaviorisme/
18 juni 2013 11:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar